Perdana Idealism

Beranda » Imajinasi » Diam Berujung Petaka

Diam Berujung Petaka

Perjalanan hubungan yang terajut sekian lama terjaga dengan segala hal yang menghalangi tetap dihadapi bersama. Berbagai kisah dari petak umpet yang dimainkan untuk menghindari protektor yang mengawasi gerak-gerik anak manusia. Kata-kata pernah terlontar dari mulut tetua yang menjadi kendala saat menjalani kisah roman picisan. Mutlak tak bisa diganggu gugat, berbagai alasan tak bisa mengalahkannya seperti beliaulah yang mengatur segalanya untuk kebaikan insan wanita. Derita pria tak bisa menjawab dimana akan diterobos tembok tebal pemisah yang dihadapi, kepala tetua keras bagai batu lantas air apa yang bisa melubangi kepalanya agar bisa meresap perlahan kepemahamannya. Mustahil itu terjadi pada keadaan yang mengadopsi parameter usia, materi dan agama menjadi syarat pertimbangan menentukan pilihan. Perjalanan telah usai dengan petaka sumpah dalam jiwa kebencian.

Saat mulai kisah awal yang menjadi perjalanan hubungan insan manusia. Sepasang insan menjalin hubungan dengan keterbatasan yang dimiliki. Berkenalan dengan tindakan konyol yang diperagakan menarik rambut panjang yang dimiliki target. Entah keberanian berkenalan dengannya untuk mengetahui nama. Terucaplah nama wanita itu sebut saja Fath inisial yang terucap, ternyata anggun tutur katanya. Keseharian bersama dalam lingkungan pendidikan anak baru gede. Bicara dalam sela-sela rehat pendidikan bersama jajanan di warung, padahal uang saku yang pria miliki terbatas saat itu sebesar lima ribu rupiah. Saku yang dimilikinya itu sudah habis saat perjalanan pulang-pergi hanya menyisakan seribu rupiah. Konyol memang kisah saat pendidikan, hal itu tetap berjalan hingga kurun waktu yang lama.

Ada kesempatan saat mengunjungi kediamannya didaerah angkatan darat, ternyata anak seorang prajurit. Itu pemikiran pertama yang terlintas saat memasuki wilayah kediamanan, ada apa ini rasa pria menjadi kurang mengenakan untuk dirasakan yakni perasaan khawatir yang akan dialami nantinya. Lupakanlah perasaan itu untuk menanti seperti apa kediaman wanita. Pintu masuk dengan pagar setinggi kurang lebih satu meter, ternyata tidak ada orang dikediaman. Saat itu masih jamannya film telenovela Chabelita lantas menonton tv bersama. Melihat berbagai koleksi hasil pemberian undangan pernikahan didalam lemari khusus berisi berbagai macam benda didalamnya, begitu menarik diamati. Perasaan tidak enak pria menanyakan untuk diluar saja bermain dengan temanya yang dikenal. Berjalan bersama menuju rumah temannya bercerita sesama wanita hingga tak terasa hari semakin sore hari. Bergegas untuk pulang kerumah, berpamitan untuk pulang. Pria menanyakan arah pulang, jawab wanita hanya sama saja seperti berangkat tadi. Pulanglah dengan menaiki ojek kedepan Gang Nangka. Ada angkutan umum diseberang jalan lantas langsung saja naik, ternyata pria tersesat salah jalur hingga terminal kampung. Panik dengan keadaan yang telah tersesat, bertanya kepada pejalan kaki. Arah sudah jelas naik bis arah pulang, perasaan tak karuan mengapa bisa tersesat kearah kampung itu sudah dialami untuk segera pulang.

Keesokan harinya proses pendidikan dilalui seperti biasa dengan sobat wanita yang ada dua orang, sehari-hari selalu bersama dengan segala hal bicara keseharian bisa di bilang gosip. Lantas banyak keganjilan tentang apa yang dialami saat itu, mulai dari berita miring tentang pria hingga apapun yang bisa menjauhi keduanya tetapi insan sepasang manusia tetap bersama apapun yang di dapatkanya. Waktu pendidikan mulai usai, bersiaplah untuk bergegas pulang. Biasa sepasang insan selalu bersama sampai pulang tetap yang menjadi keanehan saat diluar pagar dengan sembunyi dibalik keramaian karena protektor atau penjaganya menjemput didepan pagar. Luarbiasa rasa ketakutan yang dialami saat itu, kekhawatiran takut diketahui protektor. Bagaimana rasanya jika sembunyi dibalik ketidakpastian sepasang insan, begini salah-begitu salah semua serba salah. Sikap berjalan dengan kesabaran yang memendam amarah yang tak bisa terluapkan, ini yang dimanakan kasmaran. Apapun yang terjadi, tetap dijalani walau apapun halangannya harus dijalani bersama. Memang pria sudah buta dengan keadaan saat itu, maklum jiwa kaula muda yang membara dengan membutakan amarahnya. Hal itu dijalani dalam kurun waktu yang lama hingga tahunan, betapa kekuatan pria diuji untuk prilaku remaja yang cenderung kekanak-kakanakan tanpa berfikir nyata.

Keseharian berjalan bersama sepasang insan manusia, pertengkaran sangat jarang terjadi hingga menyebabkan perkara hebat. Tiba kejadian tak diduga-duga mendengarkan wanita bicara tentang status hubungan yang selesai atau di akhiri tanpa alasan apapun yang menguatkan kenyakinan. Sakit rasa hati seorang pria menerima kejadian saat itu, padahal pria selalu diam dengan segala kejadian yang dirasakanya pahit bahkan sangat sakit. Alasan yang dikatakanya, selama ini tidak cocok dengan pria yang menjadi pasangannya. Ada hal apa ini yang menyebabkan kejadian terjadi, ternyata protektor bermain peran dalam keputusan yang dikatakannya. Memang semua bisa terjadi dengan peran orang ketiga yang beralibi bahwa itu tidak sesuai tanpa mengenal siapa yang dihadapi. Petaka ini menyebabkan kejadian sesuai skenario yang dikehendaki tanpa memandang secara jernih, rasa sakit memendam kebencian untuk lawan jenis yang menyia-nyiakanya. Maka tak seharus kejadian itu merujuk ketidaksesuian logika menjawab dendam tak termaafkan untuk merubahnya positif.


Tinggalkan komentar